Mediasumutku.comIMEDAN-Saat menemui bayi dilahirkan bermata satu, otak yang terburai diluar kepala dan dan lainnya, jangan lantas menjudge sebagai sebuah kutukan. Mereka adalah bayi bayi yang terpapar radiasi merkuri.
Indonesia memiliki emisi merkuri yang mencapai angka 57 persen dari PESK dan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Selain itu, daerah-daerah yang cukup tinggi paparan merkurinya adalah Bombana, Cisitu, Pangkal Jaya, dan kawasan di Sumbawa Barat dan kini di Sumatera Utara di Madina.
Manusia dapat terpapar oleh merkuri melalui proses penghidupan uap merkuri secara langsung maupun melalui proses rantai makanan. Jika memakan asupan seperti ikan dan biota perairan yang sudah tercemarmerkuri.
Paparan merkuri dalam tubuh manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius, meskipun hanya dalam konsentrasi yang rendah.
Keracunan oleh merkuri nonorganik dapat mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati.
Merkuri organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki plasenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan kromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak.
Kasus Pencemaran Merkuri
Kasus pencemaran merkuri yang paling besar terjadi Teluk Minamata, Jepang. Sebuah perusahaan yang memproduksi asam asetat membuang limbang cairnya ke Teluk Minamata, salah satunya adalah methyl mercurykonsentrasi tinggi.
Tragedi yang dikenal dengan Penyakit Minamata (Minamata Disease) terjadi antara tahun 1932-1968. Teluk Minamata merupakan daerah yang kaya sumber daya ikan dan kerang.
Selama bertahun-tahun, tidak ada yang menyadari bahwa ikan, kerang,dan sumber daya laut lainnya dalam teluk tersebut telah terkontaminasi merkuri.
Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung dari air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging kerang-kerangan, krustacea danikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat Minamata.
Akibat adanya proses bioakumulasi dan biomagnifikasi, konsentrasi merkuri dalam rambut beberapa pasien di rumah sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm. Pada saat itu, setidaknya 50.000 orang yang terkena dampak dan lebih dari 2.000 kasus penyakit Minamata disertifikasi.
Masyarakat Minamata yang mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut diidentifikasi terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa, bicara ngawur, dan bahkan banyak yang meninggal dunia.
Di Indonesia, kasus pencemaran merkuri yang cukup serius juga pernah terekspos di Teluk Buyat, Sulawesi Utara pada 2004. Perusahaan tambang emas PT Newmont Minahasa Raya yang beroperasi di area Teluk Buyat diduga telah membuang limbah tailing-nya ke ke dasar Teluk Minahasa sehingga menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat yang serius.
Sejumlah ikan mati mendadak dan menghilangnya beberapa beberapa jenis ikan. Selain itu, ditemukan sejumlah ikan memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan.
Fenomena yang sama juga ditemukan pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis,pergelangan, pantat dan kepala.Hasil penelitian WALHI (2004) menemukan bahwa sejumlah konsentrasi
logam berat (arsen, merkuri, antimon, mangan) dan senyawa sianida pada sedimen di Teluk Buyat sudah tinggi. Jika dibandingkan pada konsentrasi logam berat sebelum pembuangan tailing (data dari studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan/AMDAL,1994), konsentrasi merkuri di daerah dekat mulut pipa tailing di Teluk Buyat meningkat hingga 10 kali lipat (data WALHI dan KLH, 2004).
Termasuk sebagai tiga logam berat paling berbahaya dan 10 bahan kimia paling beracun ke dalam tubuh manusia. Namun, nyatanya masih ada yang menggunakan merkuri tanpa prosedur yang baik bahkan dibuang ke lingkungan tanpa melalui proses pemurnian terlebih dahulu.
Mengalir melalui air
Salah satunya adalah proses penambangan emas secara tradisional. Di Indonesia, merkuri masih banyak digunakan para penambang emas tradisional (penambang emas skala kecil). Para penambang emastradisional menggunakan merkuri untuk menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari butir-butir batuan hingga proses pemurniannya.
Endapan merkuri ini disaring menggunakan kain untuk mendapatkan sisa emas. Endapan yang tersaring kemudian diremas-remas dengan tangan. Air sisa-sisa penambangan yang mengandung Hg dibiarkan mengalir ke sungai dan pada akhirnya akan bermuara di laut.
Meskipun penggunaannya ini bersifat ilegal, namun aktivitas penambangan emas secara tradisional semakin marak di Indonesia.(MS4)