Jakarta,Mediasumutku.com– Salah satu lembaga tinggi negara, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menyebutkan ada segudang masalah dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Republik Indonesia.
Karena itu, masih banyak yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan kebun sawit tersebut.
Hal ini diungkapkan pihak BPK-RI setelah menggelar rapat dengan sejumlah menteri di kantor BPK-RI di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Hadir dalam rapat tersebut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, hingga Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.
Rapat juga dihadiri oleh para Komisaris Utama dan Direktur Utama Perusahaan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit.
Rapat yang dimulai pukul 9.40 WIB itu dipimpin Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil. Mereka menghadiri rapat soal pengelolaan kebun kelapa sawit, namun digelar secara tertutup.
Adapun agenda rapat tersebut ialah menyampaikan hasil pemeriksaan terkait perizinan, sertifikasi, dan implementasi pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan serta sesuai dengan kebijakan dan ketentuan internasional.
Pemeriksaan ini dilakukan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Instansi lainnya.
Baca juga: Peneliti Jepang Bahas Keberlanjutan Perkebunan Sawit Rakyat di PPKS
Seusai rapat, anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil menyebutkan, BPK mengundang sejumlah menteri untuk memberikan laporan pemeriksaan mengenai perizinan, sertifikasi, dan implementasi pengelolaan perkebunan kelapa sawit.
Hasilnya, masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Ada sejumlah masalah yang perlu segera dibenahi oleh pemerintah terkait hal itu.
“Pertama terkait hak guna usaha (HGU) yang belum dimiliki. Kedua, terkait plasma yang harusnya dibangun namun belum dibuat,” kata Rizal Djalil.
Selanjutnya, kata dia, adalah terkait tumpang tindih usaha perkebunan dengan pertambangan. Masalah itu juga dinilai perlu untuk dibenahi.
“Keempat, ada beberapa perkebunan yang menggarap kawasan di luar kawasan yang seharusnya dibudidayakan atau usahakan. Jadi di luar izin yang diberikan pemerintah,” katanya.
Selain masalah-masalah itu, kata Rizal, ada juga perusahaan yang melaksanakan usaha perkebunan di atas hutan konservasi, hutan lindung, bahkan taman nasional.
Hal itu juga menjadi salah satu persoalan. Meski begitu, dirinya tak mau menyebut perusahaan mana yang melakukan praktik tersebut.
Rizal hanya merekomendasikan agar pihak hukum turut dilibatkan untuk memberantas praktik tersebut.
“Tapi saya usulkan untuk melibatkan Kapolri dan Kejaksaan karena ada UU Kehutanan dan Perkebunan yang terkait dengan pidana. Saya berharap penyelesaian ini, dua hal, tetap menjamin kepastian penerimaan negara. Kalau pengusaha sudah mengikuti semua ketentuan jangan lagi nanti ada masalah di belakang,” jelasnya.
Pembenahan masalah pengelolaan sawit ini penting dilakukan pemerintah. Sebab, kata Rizal, sawit memiliki peranan penting terhadap penerimaan negara, bahkan melebihi minyak dan gas (migas).
“Pada saat ini penerimaan negara kita, posisi penerimaan dari CPO atau kelapa sawit ini sudah melampaui migas. Jadi kelapa sawit merupakan penyumbang devisa negara yang signifikan. Ia sudah melampaui migas. Dalam proses pelaksanaan perkebunan yang tahun 80-an sampai sekarang, bermacam permasalahan yang harus kita selesaikan,” tutur Rizal. (MS1/dtc)