MEDAN-Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan penuntutan dua perkara, yaitu dari Kejaksaan Negeri Tanjungbalai Asahan Kejaksaan Negeri Binjai. Penghentian penuntutan dua perkara ini diusulkan langsung oleh Kajati Sumut Idianto, SH,MH didampingi Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto SH,MH, Kabag TU Rahmad Isnaini,SH,MH, Kasi Oharda Zainal, SH,MH, Kasi Penkum Yos A Tarigan,SH,MH, juga diikuti secara zoom oleh Kajari Tanjungbalai Rufina Br Ginting dan Kajari Binjai M Husein Admaja,SH,MH, Kamis (9/6/2022).
Dua perkara yang diusulkan adalah perkara penganiaayaan dan perkara kekerasan dalam rumah tangga disetujui oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejagung RI Dr. Fadil Zumhana.
Saat dikonfirmasi wartawan, Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan, Kamis (9/6/2022) menyampaikan bahwa perkara pertama yang diusulkan dan disetujui adalah dari Kejari Tanjungbalai Asahan dengan tersangka Sangkot Marbun (50) yang dipersangkakan dengan Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
.
“Dimana, tersangka saat itu diduga terhasut dan sakit hati setelah mendengar cerita dari orang di warung bahwa ia disebut sebagai panangko (pencuri) oleh korban yang bernama Gumara Dihon Pasaribu (42) tak lain adalah tetangganya sendiri,” papar Yos.
Karena merasa tidak senang tadi, lanjut Yos, tersangka langsung menganiaya korban di depan rumah korban. Setelah perkara ini bergulir ke Kejari Tanjungbalai, digagas untuk menghentikan penuntutannya berdasarkan Perja No. 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang mengutamakan pemulihan kembali kepada keadaan semula.
Perkara kedua, kata mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang ini adalah tersangka atas nama Robonson Simarmata Alias Robin (47 tahun) yang menampar pipi kanan Saksi Desy Tiurnida Simatupang sebanyak 1 (satu) kali dan memukul kepala isterinya sendiri dengan handphone.
“Perbuatan tersangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dan setelah dimediasi, antara tersangka dan korban sudah sepakat untuk berdamai,” katanya.
Pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative jusctice terhadap perkara ini karena perkara pertama, antara tersangka dan korban masih tetangga sebelah rumah dan perkara kedua adalah suami isteri.
“Kemudian, pertimbangan penghentian penuntutan ini berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian dibawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman dibawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga,” tandasnya.
Selain bertujuan untuk memulihkan ke keadaan semula, tambah Yos Tarigan antara tersangka dan korban sudah ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta difasilitasi oleh Kajari, Kasi Pidum dan jaksa yang menangani perkaranya.