MEDAN-Hingga Agustus 2022, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah menghentikan penututan 86 perkara tindak pidana yang berasal dari beberapa Kejari dan Cabjari di Sumatera Utara dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, SH,MH melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH,MH menyampaikan, Kamis (11/8/2022) Kejati Sumut kembali menghentikan 1 perkara penganiayaan dan 1 perkara KDRT setelah sebelumnya dilakukan ekspose kepada Jampidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana.
Kegiatan ekspose diikuti langsung oleh Kajati Sumut Idianto, SH,MH didampingi Wakajati Sumut Edyward Kaban, SH,MH, Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto. Ikut juga secara zoom Kajari Batubara Amru Siregar, SH,MH serta Kasi Pidum Batubara.
Lebih lanjut Yos menyampaikan, bahwa perkara yang dihentikan adalah dari Kejaksaan Negeri Batubara dengan 3 tersangka, yaitu Aminah (40 tahun), Era Fazira Tanjung (20 tahun dan
Eka Rahmadani (18 tahun). Bahwa para tersangka dan saksi korban Muhriadayanti saling mengenal dan bertetangga dalam satu kampung.
“Tiga tersangka dalam perkara ini diganjar dengan Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan unsur-unsur sebagai berikut: Barang siapa melakukan penganiayaan; Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, mereka yang melakukan, ang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan,” paparnya.
Sebelumnya, Kamis (4/8/2022) Kejaksaan Negeri Binjai juga melakukan penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif terhadap tersangka Yohan Prandikan Nababan warga Kec.Binjai Utara Kota Binjai yang melakukan kekerasan terhadap isterinya sendiri. Tersangka ini terancam dengan Pasal 44 ayat (1) UU RI No. 23 tahun 2004 atau Pasal 44 Ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan dilakukan penghentian penuntutan terhadap dua perkara ini, lanjut Yos Tarigan karena antara pelaku dan korban masih ada hubungan keluarga (suami isteri), antara pelaku dan korban masih bertetangga. Setelah dilakukan mediasi, antara tersangka dan korban sudah berdamai, saling memaafkan. Korban telah memaafkan tersangka dan dilakukan perdamaian tanpa syarat disaksikan penyidik, tokoh masyarakat dan keluarga.
Penghentian penuntutan dengan penerapan keadilan restoratif (restorative justice), kata mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang ini, juga berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.
“Pelaksanaan RJ ini juga bertujuan untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan semula dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi,” tandasnya.