Scroll untuk baca artikel
dpdreiInfrastruktur & Property

Menteri Sofyan: Ada RDTR, IMB Tak Perlu Lagi

×

Menteri Sofyan: Ada RDTR, IMB Tak Perlu Lagi

Sebarkan artikel ini

mediasumutku.com | JAKARTA – Wacana penghapusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) masih terus menuai pro dan kontra. Namun pemerintah beralasan, upaya ini merupakan salah satu cara dalam menciptakan birokrasi yang sederhana agar memudahkan para pengusaha dalam rangka berinvestasi di Indonesia.

“Ini adalah salah satu upaya dari pemerintah dalam melakukan penyederhanaan perizinan,” kata Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A Djalil dalam acara talkshow dengan tema Wacana Penghapusan IMB dan AMDAL melalui RDTR di Aula Prona, Gedung Kementerian ATR/BPN, Jakarta.

Kendati demikian, lanjut Menteri Sofyan, seperti dikutip dalam keterangan perseny, meskipun proses perizinan disederhanakan, pemerintah juga dituntut untuk tidak mengorbankan kualitas penataan ruang dan keberlanjutan lingkungan.

“Cara menghapus IMB tapi kualitas tujuan itu tetap bisa tercapai, salah satunya dengan adanya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dengan RDTR semua sudah jelas peruntukan ruangnya sehingga IMB menjadi tidak diperlukan lagi,” ujar Sofyan.

Baca Juga:   Pasca Longsor, Arus Lalu Lintas Medan-Parapat Kembali Normal

Inovasi penghapusan IMB melalui RDTR dimungkinkan karena terdapat kesamaan substansi yang diatur dalam kedua dokumen ini. Demikian juga AMDAL, dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup nomor 24 tahun 2018 tentang Pengecualian Kewajiban Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang Berlokasi di Daerah Kabupaten/Kota yang telah memiliki RDTR maka peluang penyederhanaan perizinan melalui penghapusan AMDAL terbuka lebar.

“Penghapusan IMB dan AMDAL ini diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya penyederhanaan perizinan,” sambung Abdul Kamarzuki, Direktur Jenderal Tata Ruang.

Menteri Sofyan mengatakan persoalan tata ruang selama ini baru pada tingkat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

“Baru 53 Kabupaten/Kota yang memiliki RDTR dan itu tidak mencakup seluruh wilayah Kabupaten/Kota. Dengan kata lain, baru ada 53 RDTR. Tanpa RDTR kita tidak tahu penggunaan secara spesifik tentang lahan tertentu, bangunan tertentu, serta kebijakan tata ruang yang lebih bisa menjadi pegangan,” tambah dia.

Baca Juga:   Jalan Raja Tongah, Infrastruktur Baru Masyarakat Aek Ledong, Asahan

RDTR juga merupakan bagian penting dari Online Single Submission (OSS). Izin lokasi dapat langsung diterbitkan pada daerah yang memiliki RDTR. Terobosan ini telah menghilangkan satu regulasi yang biasanya diperlukan terkait izin lokasi yaitu pertimbangan teknis (pertek) pertanahan.

Oleh karena itu Sofyan mengatakan, RDTR ini perlu untuk terus didorong percepatannya.

“Kita akan dorong pemerintah dan saya akan perjuangkan, dengan bicara ke Bappenas supaya tata ruang ini dapat perhatian khusus perihal anggaran dari pemerintah pusat,” ungkapnya.

Selain itu, percepatan yang sudah mulai dilakukan dengan adanya kerja sama Kementerian ATR/BPN dengan seluruh sekolah perencanaan di Indonesia dapat membantu pemerintah daerah untuk menyusun tata ruang dengan RDTR. Dengan melibatkan sekolah perencanaan, dua manfaat yang bisa diperoleh, yaitu pertama memiliki resource yang bisa digunakan kapan pun untuk membangun tata ruang melalui RTRW dan RDTR, kedua memiliki real case bagaimana merencanakan tata ruang yang real.

Baca Juga:   Andi Atmoko Panggabean Pimpin Kembali DPD REI Sumut

Saat ini Kementerian ATR/BPN sedang melakukan penguatan pengawasan yang transparan mengenai tata ruang yang ada di Indonesia salah satunya dengan GISTARU. Semua kondisi tata ruang di seluruh Indonesia yang sudah disahkan dimasukkan ke dalam GISTARU yang dapat diakses masyarakat agar bisa melihat fungsi tata ruangnya.