Mediasumutku.comI JAKARTA-HIV (Human Imunodificiency Virus) adalah virus mematikan karena sifatnya merusak sistem kekebalan tubuh. Jika tidak diobati, HIV dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired imuno Deficiency Syndrome) dalam satu dekade. Tanpa pengobatan, harapan hidup setelah diagnosis AIDS adalah sekitar tiga tahun.
Di Indonesia sendiri, pengidap HIV dilaporkan berjumlah 349.882 jiwa dan AIDS sebanyak 117.064 jiwa. Jumlah kasus HIV tertinggi berada DKI Jakarta sebanyak 62.108 jiwa dan AIDS terbanyak adalah Papua sebesar 22.554 jiwa.
Data yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan dari 2009 sampai 2019 menunjukkan ada beberapa profesi dengan pengidap HIV-AIDS terbanyak. 5 di antaranya yakni:
1. Tenaga non profesional atau karyawan: 17.887 jiwa
2. Ibu rumah tangga: 16.854 jiwa
3. Wiraswasta: 15.235 jiwa
4. Petani/peternak/nelayan: 5.789 jiwa
5. Buruh kasar: 5.417 jiwa
Ketua Panel Ahli HIV-AIDS PIMS Prof Dr dr Sjamsurizal, SpPD dikutip dari detik.com menyebut kebanyakan para pasien HIV mengunjungi fasilitas kesehatan saat kondisinya sudah serius yang membuat penyakitnya lebih sulit ditangani.
“Mereka biasanya tidak mau periksa saat belum ada gejala yang muncul. Ini karena faktor pertama, mereka tidak mengerti atau kedua, mereka malu memeriksakan diri,” sebutnya saat dijumpai pada agenda Temu Media Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2019).
Padahal, penyakit ini bisa terkontrol dan harapan hidup pengidap HIV hampir sama dengan seseorang yang belum tertular. Semua orang bisa kena, apalagi jika memiliki faktor risiko.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Anung Sugihantono, mengatakan agar kelompok yang aktif secara seksual untuk sering memeriksakan diri. Juga kepada yang lainnya untuk tidak memberikan stigma karena setiap orang punya risiko.
“Yang paling penting kita harus tahu faktor risiko dan mekanisme penularan, bagi yang sudah tahu faktor risiko dan penularan tentu tidak boleh melakukan stigmatisasi terhadap seseorang yang menderita penyakit apapun bukan hanya HIV,” tutup Anung.
Ketua Panel Ahli HIV-AIDS PIMS Prof Dr dr Sjamsurizal, SpPD menyebut kebanyakan para pasien HIV mengunjungi fasilitas kesehatan saat kondisinya sudah serius yang membuat penyakitnya lebih sulit ditangani.
“Mereka biasanya tidak mau periksa saat belum ada gejala yang muncul. Ini karena faktor pertama, mereka tidak mengerti atau kedua, mereka malu memeriksakan diri,” sebutnya saat dijumpai pada agenda Temu Media Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2019).
Padahal, penyakit ini bisa terkontrol dan harapan hidup pengidap HIV hampir sama dengan seseorang yang belum tertular. Semua orang bisa kena, apalagi jika memiliki faktor risiko.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Anung Sugihantono, mengatakan agar kelompok yang aktif secara seksual untuk sering memeriksakan diri. Juga kepada yang lainnya untuk tidak memberikan stigma karena setiap orang punya risiko.
“Yang paling penting kita harus tahu faktor risiko dan mekanisme penularan, bagi yang sudah tahu faktor risiko dan penularan tentu tidak boleh melakukan stigmatisasi terhadap seseorang yang menderita penyakit apapun bukan hanya HIV,” tutup Anung.(MS4)