Scroll untuk baca artikel
HeadlineKesehatanMedanSumut

Tekan Polusi, Kota Medan Diminta Terapkan BBM Ramah Lingkungan

×

Tekan Polusi, Kota Medan Diminta Terapkan BBM Ramah Lingkungan

Sebarkan artikel ini

Mediasumutku.com | Medan : Medan adalah salah satu kota aglomerasi di Indonesia, menduduki rating ketiga terbesar setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagai kota aglomerasi tak luput Medan mewarisi karakter klasik kota aglomerasi, yakni jumlah penduduk yang padat, dan kemacetan lalu lintas. Dan klimaksnya adalah polusi udara.

Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, Selasa (28/7/2020) femomena ini sudah terlihat dengan sangat gamblang. Terbukti, Kota Medan yang luasnya hanya 265,1 km pesegi; kini dihuni oleh lebih dari 2,2 juta penduduk (data BPS 2018). Dan tragisnya, dengan jumlah penduduk 2,2 juta itu; ternyata jumlah kendaraan bermotor di Kota Medan jauh lebih tinggi yakni mencapai 2,7 juta unit kendaraan. Lebih banyak kendaraan bermotornya dari pada jumlah penduduknya.

“Dengan konfigurasi persoalan yang demikian itu, fenomena permasalahan klasiknya, yakni kemacetan dan polusi, menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi Kota Medan. Sehingga kemacetan dan polusi, plus banjir menjadi keluhan utama warga Medan,” kata Tulus Abadi.

Apalagi dengan teraksesnya Kota Medan dengan infrastruktur jalan tol, lanjutnya maka Kota Medan sebagai epicentrum ekonomi di Pulau Sumatera, akan semakin hiruk-pikuk dengan jumlah kendaraan bermotor pribadi dari berbagai kota besar di Pulau Sumatera, seperti Palembang, Padang, Pekan Baru, dan Banda Aceh.

Baca Juga:   Galakkan UMKM, Pemkab Tebingtinggi Kunjungi Dinas Perdagangan Sumut

“Bahkan mobil berplat Jakarta pun akan menyerbu Kota Medan. Dan ironisnya sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, Kota Medan belum tersentuh oleh sarana transportasi umum masal. Dampak dari itu semua klimaksnya Kota Medan makin terkepung oleh kemacetan lalu lintas, polusi udara dari sektor transportasi, banjir, dan permasalahan sosial akut lainnya,” tandasnya.

Merunut pada konfigurasi permasalahan tersebut, lanjut Tulus maka hal yang sangat mendesak untuk menekan kemacetan dan polusi di Kota Medan adalah:

Pertama, Membangun akses angkutan umum masal, baik yang berbasis rel seperti MRT, LRT, monorel; dan atau angkutan umum masal berbasis jalan raya, yakni BRT (Bus Rapid Transit), seperti Transjakarta, di Kota Jakarta;

Kedua, Membatasi penggunaan kendaraan bermotor pribadi secara permanen, seperti ERP (Electronic Road Pricing), tarif parkir progresif, dan juga sistem hanjil genap;

Baca Juga:   Sekjen KPA: Pengembangan Danau Toba Tidak Pro Dengan Rakyat?

Ketiga, Mengganti BBM yang lebih ramah lingkungan. BBM seperti premium, bahkan pertalite dan solar sudah seharusnya diganti dengan jenis BBM yang lebih ramah lingkungan, seperti pertamaks, atau dexlite, dan pertamina dex. Sebagai perbandingan, banyak warga Medan yang pergi ke Penang-Malaysia (untuk sekolah, berobat) dan sebaliknya… sementara di Penang/Malaysia sudah menggunakan jenis BBM dengan standar Euro 4, dengan kadar RON 95. Sementara premium dengan kadar RON 88, standar Euro 1 saja belum lulus.

Menyikapi permasalahan ini, Sekretaris LAPK Medan, Padian Adi Siregar menyarankan, sebaiknya jika Pemko Medan dan Pemprov Sumut tidak melakukan intervensi serius untuk membangun angkutan masal, pembatasan ranmor pribadi plus mengganti BBM yang ramah lingkungan; maka Kota Medan akan semakin terperangkat kemacetan dan polusi. Dan klimaksnya kerugian sosial ekonomi dari kemacetan dan polusi sangatlah besar. Salah satunya tingginya prevalensi penyakit tidak menular.

Baca Juga:   Kajari Medan Ajak Generasi Millenial Kenali Hukum Jauhi Hukuman

“Mendapatkan lingkungan dan udara yang bersih dan sehat adalah hak asasi warga Kota Medan dan sekitarnya, hal ini merupakan keadilan ekologis bagi setiap warga Kota Medan,” kata Padian.

Namun demikian, lanjutnya aspek harga juga harus dipertimbangkan. Kita minta Pemerintah/Kementerian ESDM dan managemen PT Pertamina (Persero) untuk mendorong terwujudnya formulasi harga pokok (struktur biaya) BMM yang lebih transparan dan akuntabel, sehingga BBM ramah lingkungan tetap terjangkau harganya. Harga yang dibayar konsumen harus mencerminkan kualitas BBM. Jangan sampai ada image bahwa BBM ramah lingkungan adalah BBM yang harganya mahal.

Yang terakhir, tambah Padian Adi Siregar sangat diperlukan adanya edukasi pada konsumen terkait prodct knowledge sehingga konsumen mengerti plus minus menggunakan jenis BBM tertentu. Sungguh ironis jika konsumen ingin menghemat BBM dengan harga murah, dengan membeli premium, padahal konsumen dalam posisi merugi, karena keandalan premium terhadap mesin sangat buruk, dan juga lebih boros, daripada konsumen menggunakan BBM dengan RON yang lebih tinggi.