Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Tuak Disebut Bisa untuk Terapi Pecandu Narkoba, Akademisi: Harus Ada Penelitian Ilmiah

×

Tuak Disebut Bisa untuk Terapi Pecandu Narkoba, Akademisi: Harus Ada Penelitian Ilmiah

Sebarkan artikel ini

mediasumutku | MEDAN – Pernyataan Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan yang menyebut minuman tuak bisa menjadi terapi pecandu narkoba dinilai terlalu dini. Sebab, belum ada penelitian ilmiah terkait itu. Hal ini disampaikan Akademisi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Dr Abdul Hakim Siagian.

“Terlalu dini menyebut hanya karena kesaksian beberapa orang lantas kemudian dapat disimpulkan bahwa tuak efektif menangkal narkoba. Ini dikhawatirkan menjadi pembenaran untuk menggalakkan pendirian lapo-lapo tuak dimana-mana,” ungkap Abdul Hakim kepada wartawan, Rabu (27/11/2019).

Menurut Abdul Hakim, untuk membenarkan tuak menjadi terapi pecandu narkoba perlu dirujuk terlebih dahulu dari pendekatan bidang kesehatan. Sebab, ada juga dampak negatif yang ditimbulkan karena terpengaruh dengan tuak. “Belum cukup hanya dengan pengakuan-pengakuan saja, lantas bisa dijadikan suatu pengobatan. Artinya, harus ada dilakukan penelitian dari berbagai bidang sehingga memperkuat bahwa tuak itu mampu menyembuhkan mereka yang kecanduan narkoba,” tegasnya.

Dikatakan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumut ini, pembenaran yang disampaikan Hinca tidak memiliki landasan yang kuat. Terlebih, tidak dijelaskan klasifikasi pecandu narkoba yang bagaimana bisa diterapi dengan tuak.

Baca Juga:   Nawal Lubis Inisiasi Vaksinasi Massal Untuk Penyandang Disabilitas

Lebih lanjut Abdul Hakim mengatakan, lapo tuak cukup banyak tersebar di berbagai tempat di Sumut, termasuk di Medan. Tuak adalah minuman yang berasal dari air nira (bargot/aren) atau kelapa yang diagat atau disadap. Kemudian, air hasil agatan itu dicampur kulit raru sehingga berasa pahit. Sedangkan yang tidak dicampur kulit raru akan terasa manis dan itu cukup banyak juga diperjualbelikan serta dapat diolah jadi gula merah.

“Akan tetapi, tuak karena berasa pahit terdapat unsur alkohol yang dapat menyebabkan mabuk. Tingkat kemabukan seseorang dipengaruhi kebiasaan yang bersangkutan atau daya tahan dalam meminum tuak,” sebutnya.

Ia juga menegaskan, tidak bisa dipungkiri cukup banyak dampak sosial dari keberadaan lapo tuak ini. Untuk itu, disarakan sebaiknya dicermati dengan saksama dengan segera melakukan penelitian ilmiah.

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan saat berkunjung ke Mapolda Sumut, Selasa (26/11/2019), menyatakan, tuak bisa menjadi terapi atau rehabilitasi bagi para pecandu narkoba. “Di Sumut ini ada banyak sekali lapo tuak, dan tuak ini juga merupakan kearifan lokal. Bahkan, tuak baik untuk terapi narkoba,” ungkapnya.

Baca Juga:   Pesan WHO untuk Semua Negara : Tes, Tes, Tes, Periksa!

Kata Hinca, tuak diharapkan bisa membantu negara ini dalam mengatasi para korban penyalahgunaan narkoba. Namun demikian, tuak yang dikonsumsi tidak berlebihan dan oplosan. “Tuak yang asli ya yang dikonsumsi bukan oplosan. Kalau oplosan, kita minta polisi menangkapnya,” ujarnya.

Sekjen DPP Partai Demokrat ini mengaku, di Jalan Narumonda Bawah, Siantar ada lapo tuak yang telah diperbaiki fasilitasnya. Misalnya, kamar mandi yang bersih dan higienis. Bahkan, kalau bisa layaknya seperti di hotel. “Kalau lebih mengkonsumsi tuak tentu tidak baik, seperti minum obat melebihi dosis tentu bagaimana. Makanya, tuak yang asli ini diminum seperlunya dan ambil manfaatnya,” cetus dia.

Hinca mengaku, metode minum tuak sebagai alternatif rehabilitasi narkoba didapatkan melalui kesaksian 18 pemuda Batak yang menguji khasiat air tuak. Para pemuda ini awalnya pecandu narkoba. Setelah diuji khasiatnya, ia mendapati bahwa para pemuda tersebut tidak lagi memakai narkoba karena menggantinya dengan minuman tuak.

“Di Batak disebut dengan tuak, saya bertemu dengan anak muda di Siantar, 18 orang mantan pengguna narkoba. Mereka ingin sekali menguji dan saya mendengarkan kesaksian 18 orang ini memberikan kesaksian. Ada seorang suami, dibeli lah oleh seorang istrinya tuak asli, dia tidur nyenyak sampai pagi dan jam 5 pagi sudah bangun lalu pergi kerja lagi,” paparnya.

Baca Juga:   Gubsu Tinjau Sejumlah RS dan Gedung Yang Layak Jadi Ruang Isolasi Covid-19

Berdasarkan kesaksian 18 orang pemuda Batak itu, Hinca meyakini minuman tradisional tuak bisa dijadikan sebagai obat atau terapi bagi para pecandu narkoba. Utamanya bisa menolong para pecandu di sejumlah daerah yang jumlahnya cukup besar.  “Makanya saya buat tagline, tuak baik untuk terapi narkoba berbasiskan kearifan lokal. Hal ini berangkat dari keraguan dan kegelisahan kita, siapa yang akan menolong 2,5 juta orang pecandu narkoba,” sebutnya.

Ditanya sudah ada riset yang dilakukan terkait tuak sebagai terapi pecandu narkoba, Hinca menyatakan bahwa apa yang telah dilakukannya adalah bagian dari riset. Meski begitu, dia mempersilahkan kepada siapa saja untuk melakukan riset kembali. Akan tetapi, perlu diketahui orang-orang sudah melakukan kegiatan minum tuak secara turun-temurun di kampung-kampung. “Kesaksian mereka begitu minum tuak, seperlunya, tak ada lagi niat ke situ (narkoba),” tandasnya.