Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
Berita SumutHukrimNasionalSumut

Bincang Tipis-Tipis Dengan Bobbi Sandri, Rasa Keadilan Itu Ada Di Hati Nurani

×

Bincang Tipis-Tipis Dengan Bobbi Sandri, Rasa Keadilan Itu Ada Di Hati Nurani

Sebarkan artikel ini

SIMALUNGUN-Bincang Tipis-Tipis Tale Trias Info yang dipandu Erman Tale Daulay dengan Kepala Kejaksaan Negeri Simalungun BobbyBobbi Sandri, SH,MH, secara khusus mengulas tentang penerapan Restorative Justice dalam penghentian penuntutan perkara berdasarkan Peraturan Jaksa Agung (Perja) No.15 Tahun 2022.

Tahun ini, Kejari Simalungun berhasil meraih peringkat pertama untuk satuan kerja (Satker) Kejaksaan Negeri dalam hal jumlah penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif dari Jaksa Agung Burhanuddin. Prestasi ini ditorehkan dalam Piagam Penghargaan yang ditandatangani langsung oleh Jaksa Agung.

Perolehan prestasi ini tidak langsung membauat Kajari Simalungun Bobbi Sandri dan jajaran langsung berpuas hati. Dalam perbincangan di channel YouTube Tale Trias Info yang dilansir Senin (10/10/2022), Bobbi Sandri menyampaikan bahwa penegakan hukum sekarang harus humanis. Terutama dalam penegakan hukum dengan penerapan RJ dalam menghentikan perkaranya.

Baca Juga:   Wakil Bupati Asahan Taufik Zainal Abidin Serahkan Bantuan Makanan Tambahan Untuk Anak Stunting

“Rasa keadilan itu ada di hati nurani, karena rata-rata penghentian penuntutan perkara ini kebanyakan diberikan kepada warga masyarakat yang menginginkan rasa keadilan. Mereka melakukan tindak pidana, misalnya mencuri hanya karena butuh uang untuk makan, atau untuk sesuatu hal yang menjadi kebutuhan mereka seperti untuk membeli obat,” kata Bobbi Sandri.

Untuk Tahun 2022, lanjut mantan Kasi Penkum Kejati Sumut ini, Kejari Simalungun telah menghentikan sebanyak 13 perkara pidana umum berdasarkan keadilan restoratif. Penghentian penuntutan terhadap 13 perkara itu tidak serta merta langsung diberikan begitu saja.

“Ada aturan mainnya berdasarkan Perja No.15 Tahun 2020. Penyelesaian perkara bisa diselesaikan secara restorative justice dan harus memenuhi berbagai persyaratan. Diantaranya, pertama adanya perdamaian kedua belah pihak, kedua ancaman hukuman di bawah 5 tahun dan kerugian material tidak di atas Rp 2,5 juta. Dan tidak pernah melakukan tindakan melangar hukum sesuai ketentuan,” paparnya.

Baca Juga:   Warga di Kisaran Barat Terima Bantuan Bakti Sosial Polri Peduli Covid-19

Setelah memenuhi syarat, kata Bobbi permohonan penghentian penuntutan dilakukan secara berjenjang mulai dari Kajari, Aspidum, Kajati dan diekspose dihadapan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana.

“Alhamdulillah, 13 perkara yang kita ajukan semuanya disetujui JAM Pidum untuk dihentikan dengan menerapkan RJ,” tandas Bobbi.

Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini bertujuan untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan semula, antara tersangka dan korban sudah ada kesepakatan berdamai dan tidak ada dendam lagi.