Malang, Mediasumutku.com– Ternyata, bhanyak pata mahasiswa dan mahasiswi Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang yang mengetahui ada permainan isu negatif yang dilakukan sejumlah pihak di dalam dan luar negeri Indonesia terhadap komoditas kelapa sawit. Hal ini membuat Hadi Sugeng selaku Direktur PT Astra Agro Lestari (AAL) terharu dan kagum.
Rasa haru dan kagum ini disampaikan langsung oleh Hadi Sugeng saat menjadi pembicara dalam seminar yang mengangkat isu “Potensi Sumber Daya Pertanian Dalam Upaya Pengembangan Teknologi & Energi Terbarukan”, Senin (9/9/2019). Seminar itu dihadiri oleh sekitar 300 mahasiswa dan mahasiswi Universitas Brawijaya Malang.
Hadi mengungkapkan kekagumannya terhadap peserta seminar karena telah mengakui bahwa isu-isu yang terjadi di komoditas kelapa sawit adalah tidak sepenuhnya benar.
“Saya tidak perlu repot-repot lagi memberikan pembuktian, ternyata rata-rata sudah paham isu sehingga saya hanya menunjukkan evident saja” ungkapnya.
Baca juga: Dahsyat, Astra Agro Lestari Menjadi Emiten Terbaik Bidang Pertanian 2019
Koperasi Binaan Astra Agro Kembali Raih Koperasi Terbaik Nasional
Sebelumnya, Rizki Pratama, salah satu mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, menegaskan bahwa berbicara mengenai energi tidak akan pernah habis. Kata dia, perkembangan energi dunia sangat dinamis, sementara keterbatasan cadangan energi fosil terus menurun.
“Ini meningkatkan perhatian masyarakat dunia kepada energi terbarukan” ungkap Rizki Pratama. Ia melanjutkan, banyak sektor pertanian penghasil biomassa memiliki potensi tinggi untuk menjadi energi terbarukan. Namun tidak semua komoditas siap menjadi energi terbarukan.
Dengan bergulirnya isu keberlanjutan, Rizki Pratama menegaskan kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pantas sebagai pengganti energi fosil. Sebab, ujarnya, selain mampu menyerap karbondioksida dan energi matahari yang disimpan dalam bentuk energi kimia atau minyak sawit, komoditas kelapa sawit dinilai berkesinambungan karena mampu memproduksi selama lebih dari 25 tahun.
Hadi Sugeng menyebutkan, dengan pengembangan industri sawit yang terus dilakukan, salah satu tantangan yang masih dihadapi adalah kurangnya daya saing. “Jika dibandingkan dengan Malaysia, produksi kelapa sawit di Indonesia masih memakan biaya produksi 34 persen lebih tinggi,” ujar Hadi Sugeng.
Di saat yang sama, tambah Hadi Sugeng, produktifitas tanaman juga masih ada loss sekitar 44 persen. Sementara itu, menanggapi pertanyaan salah satu mahasiswa tentang implementasi B100, Hadi Sugeng juga menjelaskan perlunya teknologi mutakhir yang saat ini masih dikembangkan oleh pengusaha. Selain itu, dukungan pemerintah juga diperlukan untuk mengawal implementasinya sehingga tetap menguntungkan bagi perusahaan karena harga CPO relatif tinggi.(MS1/MS1)