Scroll untuk baca artikel
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
Media Sumutku Merah
Media Sumutku Biru
previous arrow
next arrow
EkonomiHeadlineNasionalPerkebunan & Pertanian

Ini Strategi Kementan RI Antisipasi Krisis Pangan Global

×

Ini Strategi Kementan RI Antisipasi Krisis Pangan Global

Sebarkan artikel ini

JAKARTA-Bincang-Bincang Tipis-Tipis channel Youtube Tale Trias Info yang dipandu langsung Erman Tale Daulay menghadirkan nara sumber Direktur Selealia Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) Ismail Wahab mengusung topik tentang Upaya Meningkatkan Jumlah dan Mutu Prioduksi Pangan.

Ismail Wahab menegaskan seperti dilansir dari channel Youtubem Sabtu (22/10/2022) bahwa isu soal krisis pangan terutama pada saat pecahnya perang antara Rusia dan Ukrania mengakibatkan terhambatnya produksi bahan pangan seperti sorgum. Bahka, beberapa negara pun saat ini mengalami kesulitan mendapatkan bahan pangan. Seperti Inggris saat ini sudah mulai kesulitan dalam memperoleh bahan makanan, bahkan untuk mendapatkan makanan harus antri.

“Krisis itu sebenarnya tidak hanya di sektor pangan, tapi juga sektor finansial dan ada juga yang mengalami krisis energi. Kondisi krisis pangan di negara kita dipengaruhi oleh beberapa hal, mulai dari kefakuman dan intensitas kerja berkurang terutama di masa pandemi Covid-19. ” paparnya.

Baca Juga:   Direktur Polbangtan Malang, Setya Budhi Udrayana : Smart Farming, Memadukan Kualitas SDM dan Teknologi yang Digunakan

Menurut Ismail Wahab, Kementan saat ini menempuh berbagai langkah antisipasi adanya ancaman krisis pangan global. Program yang dikembangkan, antara lain intensifikasi lahan. Dari IP 100 jadi 200-300, malah puluhan ribu hektar sudah IP 400 alias empat kali panen setahun. Intensifikasi lahan ini juga didukung varietas unggul baru, penggunaan pupuk organik dan mekanisasi pertanian.

Kata Ismail, Kementan giat menggairahkan budidaya pertanian, bahkan dalam suasana puncak wabah Covid 19, tak menyurutkan semangat para petani untuk meningkatkan jumlah dan mutu produksi. Beberapa negara produsen gandum mulai melakukan pelarangan ekspor komoditi tersebut.

Di antaranya, Kazakhstan, Kirgistan, India, Afghanistan, Algeria, Kosovo, Serbia dan Ukraina. Bahkan India, Afganistan, Algeria, Kosovo, Serbia dan Ukraina melarang ekspor gandum hingga akhir tahun ini.

Baca Juga:   Mayoritas Mata Uang Asia Terkulai Atas Dolar AS

“Apabila jagung dan kedelai dapat dilakukan pengembangan budidaya di dalam negeri. Maka berbeda dengan gandum, karena pemerintah telah mencoba melakukan budidaya namun kondisi Indonesia memang tidak cocok ditanami komoditas tersebut,” paparnya.

Oleh karenanya diperlukan tanaman pangan substitusi dari gandum yang dapat dikembangkan di Indonesia. Menurut Ismail Indonesia memiliki tanaman pangan lokal yang dapat jadi substitusi gandum yakni singkong, sagu dan sorgum. Untuk sorgum tahun ini pemerintah tengah mendorong budidaya tanaman pangan ini di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Sorgum merupakan tanaman pangan yang masih satu familia dengan gandum. Hanya saja berbeda dengan gandum, sorgum tidak mengandung gluten.

“Ini tanaman yang sangat berpotensi besar untuk menggantikan gandum, tetapi memang harus ada yang komposisinya diatur. Jadi tidak seluruhnya pakai sorgum. Tapi untuk membuat apa pun yang tidak membutuhkan atau yang bebas gluten sorgum ini alternatif yang luar biasa,” kata Ismail.

Baca Juga:   Kemendag Teken Kerjasama Dukung Program UKM ‘Aku Siap Ekspor’

Sorgum, luas areal lahan tahun ini sekitar 14.481 hektar dengan sasaran produksi hingga 52.500 ton. Tahun depan lahan tanam sorgum akan diperluas hingga 55.000 hektar.

Kemudian alternatif lainnya ialah singkong dan sagu. Untuk singkong, prakiraan luas panen 2022 ialah 646.000 hektar, dengan perkiraan produksi 17, 02 juta ton. Sedangkan sagu prakiraan luas areal 2021 sekitar 206.150 hektar, dengan perkiraan produksi tahun lalu sebesar 381.065 ton.

Namun, Ia mengungkap upaya substitusi gandum menggunakan singkong, sagu dan sorgum ini juga memerlukan dukungan dari pengusaha untuk hilirisasinya.

“Tinggal beberapa beberapa pengusaha yang mau melirik ini. Kalau ini hanya kita saja yang produksi kalau nggak ada dibantu hirilisasinya maka akan kesulitan,” tandasnya.