mediasumutku.com | ASAHAN– Jasad Ahmad Yunus Dalimunthe (39), seorang pekerja migran Indonesia sudah tertahan selama 11 hari sejak ia tewas ditikam oleh sesama Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Perak, Malaysia sejak Sabtu (13/3/2021) lalu.
Hingga kini, keluarga hanya bisa pasrah dan tak memiliki kepastian kapan jasadnya bisa dibawa ke kampung halaman untuk dimakamkan karena ketiadaan biaya penjemputan, sebab terkendala urusan keimigrasian karena keberangkatan Yunus yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di Malaysia ilegal.
“Sampai hari ini masih belum ada kepastian kapan abang kami ini jenasahnya bisa pulang, termasuk info dari KBRI di Malaysia juga belum pasti. Kami sudah hampir pasrah saja berharap ada orang yang mau bantu,” kata Rizky, adik kandung Yunus saat dihubungi wartawan, Selasa (23/3/2021).
Adapun, beberapa waktu lalu ada agen yang menawarkan bantuan kepulangan dengan biaya sekitar 4.500 Ringgit Malaysia untuk mengurus kepulangan jasad almarhum atau sekitar Rp 15 juta lebih namun keluarga tak sanggup karena kendala biaya.
“Ada juga organisasi yang datang mau bantu, namun sampai hari belum ada perkembangan,” ucap dia.
Sementara itu, Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Asahan melalui Kasi Penempatan dan Pasar Kerja, Edy Catur Prayetno mengaku pihaknya tak bisa berbuat banyak membantu kepulangan korban sebab yang bersangkutan bukanlah tenaga kerja migran resmi.
“Ia bukan TKI. Jadi dia merupakan warga (Asahan) yang secara ilegal bekerja di Malaysia. Jadi KBRI ini menunggu kapan keluarganya bisa menjemput ke Malaysia. Kembalinya tidak bisa difasilitasi pemerintah harus mandiri,” kata Catur.
Sebelumnya, Ahmad Yunus Dalimunte (39) warga Kabupaten Asahan , Sumatera Utara (Sumut) menjadi korban pembunuhan di Malaysia. Keluarga mendapat kabar Yunus dibunuh sesama TKI di sana.
“Saya dapat telepon dari kawannya hari Sabtu malam. Katanya abang (korban) kena tikam di dadanya sampai meninggal, yang nikam ini kawan satu kerjaannya juga,” kata istri korban, Sutiah (38), kepada wartawan di rumahnya dusun II Desa Air Joman, Asahan, Senin (15/3) lalu.
Sutiah mengatakan, suaminya sejak tahun 2017 bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) penangkap ikan di wilayah Sungai Tiang, Perak. Pihak keluarga hanya pasrah dan berharap korban bisa dimakamkan di kampung halamannya. Proses tersebut tidak mudah sebab ayah dua anak itu bekerja di Malaysia melalui jalur tidak resmi / ilegal. (MS10)